Blog Yang Berisi Pandangan-Pandangan Organisasi Pergerakan Yang Bertujuan Mewujudkan Sosialisme Yang Demokratis di Indonesia. Untuk menghubungi kami silahkan mengirimkan email ke: arahgerak@arahgerak.co.cc

SUKSESKAN SILAHTURAHMI AKBAR RAKYAT MISKIN DI BEKASI, 30 AGUSTUS 2009 DENGAN TEMA" MAMPUHKAH PEMERINTAH DAN DPR HASIL PEMILU MENYELESAIKAN PROBLEM RAKYAT MISKIN?"

Terbaru

06 Agustus 2008

KENALILAH LIMA MUSUH RAKYAT


diambil dari http://lmnd-prm.blogspot.com

Sepuluh tahun sudah era kediktatoran Soeharto berlalu. Orde baru berhasil tumbang dengan aksi perlawanan mahasiswa bersama rakyat. Pergantian rejim ini ternyata tetap tidak membuahkan hasil begitu signifikan terhadap kesejahteraan rakyat. Saat ini angka pengangguran melesat tinggi, daya beli rakyat hancur dititik terendah, industri nasional mengalami kehancuran.

Tidak ada yang berubah memang selain pergantian presiden namun dengan semangat yang sama, menjadi agen neoliberalisme. Terlepas banyaknya evaluasi yang terjadi ditubuh gerakan mahasiswa tahun 1998, ada banyak faktor yang menjadi penyebab gagalnya reformasi membuahkan perubahan berarti bagi rakyat sehingga kegagalan ini tidak serta merta harus dipikul oleh gerakan mahasiswa era 98.

Faktor ini yang kemudian membuat rakyat miskin hingga saat ini belum menggapai kesejahteraan demokratiknya. Kami menyebutnya LIMA MUSUH RAKYAT. Musuh rakyat di sini diartikan sebagai faktor/kekuatan yang menjadi penghambat, penyebab jauhnya kesejahteraan dari tangan rakyat miskin. Lima musuh rakyat ini saat ini masih mendominasi tatanan kehidupan ekonomi-politik dan aspek yang lainnya di negri ini. Ke lima musuh rakyat secara ringkas dapat dijelaskan, antara lain :

Pertama, Penjajahan modal asing. Digariskan oleh Washington Consesus yang kelak menjadi landasan negara imperialis untuk menghegemoni negara dunia ke tiga. Keyakinan bahwa keuangan negara hanya mampu dibiayai dengan tiga hal, yaitu, pajak, utang dan privatisasi. Jika sebuah negara membuka kran bagi perdagangan bebas atau pasar internasional maka semakin sejahteralah negara tersebut. Singkat kata, hanya deregulasi, privatisasi dan liberalisasi pasar.lah yang mampu membawa kemakmuran. Tak boleh ada campur tangan negara terhadap pasar, karena pasar akan melakukan koreksi sendiri atas kesalahannya. Paradigma yang menyesatkan inilah yang kini banyak diadopsi negara dunia ketiga. Paham ini yang membuat negara menjauh dari rakyatnya dan meninggalkan tanggungjawabnya sebagai pelayan rakyat miskin.

International Monetary Fund (IMF), World Trade Organization (WTO), World Bank dengan resep-resep ekonomi ala kapitalisme-neoliberalismenya menjadi perantara bagi kepentingan negara-negara maju sehingga penjajahan modal asing terjadi secara struktural. Mereka menggunakan peran negara yang lemah untuk membuat regulasi yang bisa menguntungkan mereka sendiri. UU atau peraturan yang disahkan pastilah mengenai tiga hal: (1) Diposisikannya perekonomian negara miskin dan berkembang sebagai pemasok bahan mentah bagi industri-industri di negara maju; (2) Dijadikannya perekonomian negara miskin dan berkembang sebagai pasar produk yang dihasilkan oleh industri-industri di negara maju; dan (3) Dijadikannya perekonomian negara miskin dan berkembang sebagai tempat untuk memutar kelebihan kapital yang terdapat di negara-negara maju (Serikat Petani Indonesia, 2007)

Akhirnya modal atau investasi asing pun melakukan ekspansi khususnya ke negara-negara dunia ke tiga. Modal asing yang membuat industri dalam negri dunia ketiga hancur dan mengalami kemunduran. Hal ini diperparah dengan tidak adanya transfer teknologi.

Paradigma ini telah terbukti menghasilkan kemakmuran yang tidak merata alias milik segelintir orang. Kemiskinan masih mendominasi dalam tataran kehidupan dunia global. Globalisasi hanya menyebabkan meningkatnya perbudakan baru, kerusakan lingkungan/alam dan anti terhadap rakyat miskin, termasuk diantaranya kaum perempuan.

Selama dijalankan dengan prinsip kapitalisme, yang memuja-muja keuntungan, anti solidaritas, anti kemanusiaan, maka penjajahan gaya baru (neo-liberalisme) tidak akan mampu memberikan kemakmuran yang merata.

Kemudian yang kedua adalah, Pemerintah agen penjajah. Mengapa tumbangnya Soeharto kemudian diganti oleh rejim baru tetap tidak mengubah apa-apa. Hal ini karena kesemua pengganti Soeharto memiliki watak dan karakter yang sama, tunduk kepada modal asing dan kepentingan negara-negara adidaya.

Roda pemerintahan yang dijalankan oleh rejim Soeharto dan penerusnya ini jelas menunjukan dimana posisi mereka menghamba dan untuk kepentingan siapa roda pemerintahan dijalankan. Untuk kepentingan pemilik modal tentunya dan dalam hal ini juga untuk kepentingan kapitalisme global.

Tak salah jika kami menyebut Soeharto dan penerusnya beserta sekutunya adalah agen imperialisme dan agen neo liberalisme. Karena lewat rejim inilah kepentingan neoliberalisme dan imperialisme asing bisa berpenetrasi dan melakukan penjajahan dalam bidang ekonomi, politik dan budaya mereka di Indonesia.

Nasib kita dibuat bergantung terhadap investasi (modal) asing yang celakanya tidak berdampak pada kesejahteraan rakyat miskin. Karena kebanyakan investasi (modal) yang menjamah Indonesia adalah portofolio Investment (saham). Bahkan di seluruh dunia, inilah yang membuat negara dunia ke tiga (termasuk Indonesia) dibuat pontang-panting menjaga stabilitas ekonomi. Karena meledaknya Portofolio Investment (berupa saham) akan memicu ketidakstabilan neraca keuangan nasional dan devaluasi nilai mata uang rupiah.

Bukti dari pemerintah dan elit-elit politik yang ada diparlemen adalah agen imperialisme/penjajahan modal adalah mereka beramai-ramai mensahkannya UU no 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal pada tanggal 19 Maret 2007.

Ditambah lagi dengan privatisasi BUMN kepada pihak asing/swasta. Rejim SBY-KALLA saat ini menyetujui privatisasi 34 BUMN tahun ini. Dengan 10 BUMN luncuran tahun lalu, total yang diajukan pemerintah ke DPR menjadi 44 BUMN. Inilah jumlah terbesar dalam sejarah bangsa Indonesia. Hanya dalam setahun 44 BUMN dilego. Habis-habisan. Apalagi, privatisasi kali ini disertai penjualan seluruh saham 14 BUMN industri, 12 BUMN kepada investor strategis, dan beberapa BUMN lainnya kepada asing.

Periode 1991-2001, Indonesia 14 kali memprivatisasi BUMN. Yang terprivatisasi 12 BUMN. Periode 2001-2006, pemerintah 14 kali memprivatisasi BUMN. Yang terprivatisasi 10 BUMN.

Kebijakan ini jelas menunjukan bahwa apa yang dilakukan rejim SBY saat ini-- hal yang sama juga dilakukan oleh Soeharto, Habibie, Gus Dur dan Megawati-- sebagai langkah yang tidak lepas dari agenda neoliberalisme IMF, Bank Dunia, ADB, maupun kalangan korporat asing.

Tak hanya penjajahan modal asing yang menyebabkan penderitaan rakyat dan hancurnya industrialisasi nasional kita. Modal dalam negri pun ikut bertanggung jawab atas kehancuran negara kita. Karena para pemilik modal dalam negri menjadi kepanjangan tangan (agen) modal asing. Jangan heran jika beberapa pejabat dan pengusaha kita yang hanya memiliki perusahaan/modal di dalam negri tetapi menjadi salah satu orang terkaya di dunia. Mereka tidak mampu bersaing dalam kancah pasar dunia tetapi menginjak-injak dan mengeruk habis-habisan negrinya sendiri.

Lalu musuh rakyat yang ke tiga adalah Sisa-sisa Orde Baru. Golkar berada paling depan sebagai sisa-sisa orde baru yang kini masih menghantui roda pemerintahan kita. Golkar bersama tentara dan elit politik busuk era orde baru adalah kelompok yang paling bertanggungjawab atas penderitaan rakyat Indonesia saat ini. Salah satu kesalahan gerakan mahasiswa tahun 1998 adalah tidak mampu menghancurkan sisa-sisa orde baru yang menjangkiti birokrasi yang hampir semuanya lahir dari Golkar. Mereka tidak mampu menahan revitalisasi dan restorasi atau kebangkitan dari sisa-sisa orde baru.

Rejim Gus Dur di era kepemimpinanya pernah mengemukakan tentang kebijakanya untuk membubarkan Golkar yang di nilai sebagai manifestasi restorasi Orde Baru. Namun Gus Dur harus tumbang di tangan tentara dan reformis gadungan yang sejatinya adalah antek-antek orde baru juga seperti Amien Rais dan kelompok poros tengahnya saat itu.

Setelah itu Golkar dan sisa-sisa orde kembali mencoba bangkit dari masa-masa gelap yang mereka alami, dan mereka berhasil. Mereka berhasil kembali menguasai panggung politik yang ditandai dengan kemenangan mereka di Pemilu 2004. Golkar dan sisa-sisa orde baru harus bertanggungjawab atas keterpurukan negara ini. Sisa-sisa orde baru kini banyak merajai panggung politik di pemerintahan, parlemen dan jabatan publik lainnya. Untuk itu reformasi atau perubahan tidak akan menghasilkan apapun selama kekuatan sisa-sisa orde baru belum dihancurkan.

Kesemua musuh rakyat tadi, penjajahan modal asing, pemerintahan agen penjajah dan sisa-sisa orde baru tidak akan memiliki fondasi yang kuat jika tidak memiliki penyangga utama yang kuat pula. Penyangga itu adalah musuh rakyat yang ke empat, yaitu Tentara. Semenjak berdirinya Orde Baru tentara adalah tiang penyangga yang mesra dengan Golkar dan juga ramah modal asing. Tak heran, Tentara telah menduduki posisi istimewa bahkan sejak kemerdekaan. Kelompok ini tidak pernah tersentuh oleh hukum terutama di kasus-kasus yang terkait dengan isu Hak Asasi Manusia dan Korupsi.

Tentara menjadi pengaman nomor satu saat jalannya modal dan kekuasaan pemerintah borjuis terganggu. Bahkan tentara tidak segan-segan untuk membunuh rakyat yang menentang rejim agen imperialisme. Status tentara yang seolah-olah menjadi warga negara istimewa membuat tentara merasa memiliki hak yang lebih dari masyarakat sipil. Inilah yang membuat tentara menjadi merasa paling berhak untuk menguasai BUMN pada tahun 1950-an. Tentara pun mulai masuk ke ranah bisnis dan politik atau bisa disebut juga dwi fungsi ABRI/TNI. Aset bisnis tentara bukan tak sedikit. Mereka juga terkadang terpampang dalam jajaran pimpinan perusahaan-perusahaan hanya agar bisnis pemilik modal atau perusahaan tersebut aman.

Bahkan dapat dikatakan bahwa Dwi Fungsi TNI/Polri telah menancap kukuh dalam kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan budaya masyarakat Indonesia. Ia menjadi sebuah sistem atau mesin yang secara perlahan dan sistematis mematikan semua muara dan saluran demokrasi rakyat Indonesia. Secara ekstrim dapat disimpulkan bahwa tidak ada dimensi kehidupan masyarakat Indonesia yang tidak bercampur (baca terintervensi) oleh militer sebagai institusi dan person.

Secara historis militer Indonesia adalah militer profesional yang dididik oleh penjajah Belanda dan Jepang, bukan militer yang muncul dari gerakan kemerdekaan rakyat. Secara otomatis, para pendahulu militer Indonesia adalah orang-orang yang dilatih untuk menghadapi rakyat dan selalu berpihak kepada kekuasaan.

Tak heran jika tentara sampai saat ini selalu berpihak kepada pemilik modal/penguasa atau pihak yang mampu membayar mereka untuk menjaga modal. Mereka juga terkadang bertindak represif dan anti demokrasi, seperti kasus pelanggaran HAM yang pernah terjadi di Indonesia. Tentara adalah musuh rakyat dan penghambat bagi jalan rakyat menuju demokratisasi. Namun yang pasti adalah, kecenderungan ekonomi politik mereka adalah agen modal asing (neoliberalisme).

Kalaupun ada yang saat ini seolah-olah anti modal asing dan berpihak kepada rakyat, seperti Prabowo, Wiranto, Ryamizard Ryacudu, hal tersebut bukanlah berarti tentara akan mampu membawa rakyat pada kesejahteraan. Kalaupun mereka berkoar tentang nasionalisme, kemandirian negara dari asing hanyalah siasat untuk mesukseskan manuver mereka terkait Pemilu 2009 mendatang. Kalaupun mereka berkuasa mereka hanya membawa rakyat pada lubang yang sama, yaitu kediktatoran militer. Apalagi tokoh-tokoh tersebut memiliki pengalaman melakukan pelanggaran HAM berat di masa lalu. Rejim pretorian (tentara) telah terbukti gagal membuka ruang demokrasi dan membawa rakyat pada kemakmuran.

Musuh rakyat yang ke lima atau yang terakhir adalah Reformis Gadungan. Oportunis, benalu mungkin kata yang cocok untuk kelompok ini. Kelompok reformis gadungan adalah mereka yang pernah menjadi bagian dari orde baru namun menjelang kejatuhan Soeharto mereka berbalik 360 derajat menjadi menghujat Soeharto dan mulai melantangkan reformasi. Mereka berpaling dari Soeharto karena mereka nilai Soeharto sudah tidak memiliki kepercayaan di mata rakyat dan posisi mereka jelas terancam. Mereka adalah kelompok yang terus bicara reformasi/perubahan namun dalam tindakan politiknya mereka setali tiga uang (sama) dengan ke empat musuh rakyat tadi.

Karena nyatanya meskipun mereka duduk dalam jajaran kekuasaan sekalipun, mereka tetap tidak bisa menuntaskan agenda reformasi. Mereka tidak mampu menahan restorasi kekuatan orde baru malah bahkan menggandengnya.

Reformis gadungan juga adalah aktivis-aktivis yang kini mengumpat dan bersembunyi di rongga kekuasaan anti rakyat miskin saat ini. Beberapa dari mereka ada yang sudah menjadi pimpinan partai politik, anggota parlemen dll. Namun mereka tak segemilang masa muda mereka yang begitu semangatnya dulu meneriakan perubahan. Mereka terkooptasi oleh partai-partai politik busuk dan kekuasaan borjuasi saat ini. Kini mereka berlomba-lomba menuju Pemilu 2009 dengan janji membawa perubahan bagi negara ini -- yang paling penting bagi mereka mungkin perubahan nasib dan karir politik-- dengan menjadi penindas baru.

Demikianlah lima musuh rakyat yang harus dihancurkan yang harus menjadi musuh rakyat miskin. Karena mereka menjadi penghambat dan biang kehancuran dan keterpurukan. Jadi secara ringkas, lima musuh rakyat adalah : Penjajahan Modal Asing, Pemerintah Boneka/Agen Penjajah, Sisa-sisa Orde Baru, Tentara dan Reformis Gadungan. Semua musuh rakyat miskin ini harus di hancurkan dengan kekuatan rakyat miskin sendiri agar rakyat miskin mampu memimpin dirinya sendiri. Bukan di pimpin oleh musuh-musuh rakyat. (Elang)

Tidak ada komentar:

Baca Arsip Ini

Sebarkan Sosialisme


Jangan Berhenti Berpropaganda

Agen Sosialis

Mississippi Jones Act
Terus Berjuang Sampai Menang

Kamus Or Dictionary

Direct Action

Jelajah Dunia

Socialism 2008 - Malaysia

Jelajah ArahGerak

Media Borjuis


KRISIS LISTRIK DI INDONESIA

AGENDA PERLAWANAN RAKYAT

KPRM-PRD