Blog Yang Berisi Pandangan-Pandangan Organisasi Pergerakan Yang Bertujuan Mewujudkan Sosialisme Yang Demokratis di Indonesia. Untuk menghubungi kami silahkan mengirimkan email ke: arahgerak@arahgerak.co.cc

SUKSESKAN SILAHTURAHMI AKBAR RAKYAT MISKIN DI BEKASI, 30 AGUSTUS 2009 DENGAN TEMA" MAMPUHKAH PEMERINTAH DAN DPR HASIL PEMILU MENYELESAIKAN PROBLEM RAKYAT MISKIN?"

Terbaru

07 November 2008

Sikap LMND-PRM Menghadapi Krisis


Kolektif Nasional (sementara) Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi – Politik Rakyat Miskin

email:elemende.prm@gmail.com

Contact person: 085224772996 (Eman), 081574304391 (Surya)

Dengan Persatuan Gerakan Rakyat Non Kooptasi – Kooperasi:

Gagalkan Solusi Jahat Ala Rezim SBY – JK (Buyback, Bailout, SBI 9,5%, Pajak 0% CPO, SKB 4 Menteri) !!

Gulingkan Pemerintahan Agen Penjajah, Ganti dengan Pemerintahan Persatuan Rakyat Miskin !!

Salam PembebasaN !!

Tidak ada Demokrasi dan Kesejahteraan di Indonesia, di bawah Pemerintahan Agen Penjajah (SBY – JK, DPR/MPR, Elit dan Partai Politik Pro Imperialis, Tentara) dan Sistem Ekonomi Kapitalis !! Yang ada adalah: Perusahaan Bangkrut, PHK Massal, BBM dan Bahan Pokok Mahal.

Neoliberalisme (Ekonomi Pasar Bebas) yang dianggap sebagai “Resep Manjur” dari krisis ekonomi global dan kesenjangan sosial paska krisis 1997, ternyata justru tidak semanjur janji-janji manis yang kerap di kampanyekan oleh para ekonomi pro neoliberal. Sejak di tanda tangani pada melalui Letter Of Intent masa akhir pemerintahan Soeharto melalui, dan terus disempurnakan oleh Pemerintahan, Habibie, Gusdur Megawati, dan SBY-Kalla dengan berbagai regulasi, sama sekali tak nampak mimpi Indah itu: Tricle Down Effect (Efek Tetes Kesejahteraan). Jurang Kemiskinan semakin lama-semakin dalam. Kesejahteraan, pengetahuan, kesehatan yang layak, makanan yang sehat dan bergizi, perumahan yang bersih dan modern, upah yang layak hanyalah “impian” bagi kaum miskin di negeri ini, sebab kekayaan alam telah di keruk dengan rakusnya oleh korporasi internasional (Exxon Mobil Oil, Freeport Mcmoran, Haliburton, Total, Caltex, dll), dan dikantongi oleh kapitalis-kapitalis internasional tersebut, dengan mensisakan remah-remah keuntungan (production sharing) bagi kaum miskin negeri ini !! Sungguh malang penduduk negeri ini.


Padahal, TAK ADA, SAMA SEKALI TAK ADA, syarat-syarat penduduk negeri ini menjadi miskin. Karena, negeri ini memiliki sumber daya alam yang melimpah—yang tak dimiliki oleh negeri-negeri lain, negeri ini memiliki emas; batubara; gas; minyak, karet, sawit; intan, timah, perca (bahan serat optik), besi, baja, tembaga,plutonium, uranium dll dan dengan jumlah penduduk yang besar. Tapi sayang, negeri ini memiliki Tenaga Produktif (force of production) yang rendah. Kualitas Tenaga Kerja masih rendah, begitupun juga dengan teknologi dan manajemen yang maih rendah. Tapi, di negeri-negeri lain seperti: Cuba, Venezuela, Iran, Bolivia yang menghadapi persoalan yang sama, kelemahan ini dapat diatasi, melalui: Partisipasi dan Kekuasaan Rakyat! Hasilnya: Pendidikan dan Kesehatan Gratis, BBM Murah, Perumahan Murah (Kesejahteraan Sosial meningkat) di negeri-negeri tersebut.

Akan Tetapi, bukan Partisipasi, Kedaulatan, Kemandirian dan Kekuasaan Rakyat yang dibangun, melainkan Utang dan Investasi Asing. Sejak Pemerintahan OrdeBaru berkuasa hingga pemerintahan SBY-JK, investasi modal asing merupakan “ujung tombak” pembangunan negeri. Indonesia, bahkan disebut sebagai “Macan Asia” karena pesatnya pembangunan ekonomi. Tapi, Benarkah? Kenyataan berkata sebaliknya, ketika krisis keuangan 1997 terjadi, yang dipicu oleh krisis moneter di Meksiko—yang rutin membayar utang hingga kas dalam negerinya kosong—(Tequila Efect), krisis di Chili, dan devaluasi Bath di Thailand—yang terjadi akibat sistem kurs bebas dan outflows capital, dengan cepat menggeret krisis-krisis di berbagai negeri di Asia (termasuk Indonesia). Bahkan krisis ini juga melanda negara-negara maju, seperti Amerika, Inggris, Perancis. Penarikan modal besar-besaran dari negara maju; dan sebaliknya, dari negara berkembang ke negara maju, telah mengakibatkan ketidakstabilan nilai tukar mata uang negara-negara berkembang.

Efek dari ketidakstabilan pasar keuangan tersebut, bahkan, menyeret krisis di negara-negara yang memiliki cadangan devisa yang cukup. Ketiadaan sistem pertahanan dalam sistem keuangan, mengakibatkan kehancuran industri riil, karena industri di negara-negara berkembang membutuhkan bahan mentah, energi dan teknologi dari luar. Yang kesemua itu harus dibeli dengan kurs dollar. Pelipatgandaan satu mata uang, disatu sisi, dan kehancuran mata uang negara berkembang disisi lain, telah mengakibatkan harga suatu produk melambung tinggi jauh melebihi nilai komoditi tersebut dan diluar batas kesanggupan daya beli masyarakat.

Di Indonesia, tahun 1997, akibat krisis ekonomi tersebut dapat kila lihat sendiri, seluruh sektor ekonomi mengalami keruntuhan—baik sektor pertanian, manufaktur, konstruksi, transportasi, perdagangan, dan jasa. Akibatnyanya, pertumbuhan sektor ekonomi yang rata-rata 7% menjadi nol, bahkan sempat dibawah nol/minus. Posisi mata uang rupiah mengalami kemerosotan yang cukup tajam, dari Rp. 2.300,- per satu Dolar Amerika pada bulan Juli 1997 sesaat sebelum krisis menjadi Rp. 15.000,- per satu Dolar Amerika pada tanggal 15 Juni 1998. Beberapa hari kemudian malah menjadi Rp.17.000,- per satu Dolar Amerika. Secara riil, Pendapatan perkapita penduduk Indonesia merosot tajam sampai sekitar US $400 tahun 1998, dimana pada waktu sebelum krisis sekitar US $1000. Dari catatan pemerintah, pada tanggal 6 Juni 1998, jumlah pengangguran di Indonesia sekitar 15,4 juta orang, yaitu sekitar 17,1% dari 90 juta angkatan kerja yang ada.

Kini, 11 tahun paska krisis moneter (I), atau 9 tahun masa pelaksanaan program-program penyesuaian structural (Structural Adjustment Programme), krisis keuangan, krisis pangan, dan krisis energi melanda negeri ini dan menghempaskan kaum miskin dunia dan negeri ini bak “silent tsunami”. Tak seorang pun kaum miskin yang selamat dari penghisapan, Imperialisme yang maha dasyat itu.

Neoliberalisme yang konon dianggap sebagai “resep yang manjur” dalam mengatasi krisis nyatanya menghasilkan krisis ekonomi yang justru semakin parah. Liberalisasi Perdagangan Barang, Jasa dan Keuangan yang di arsiteki oleh IMF, WB, ADB melalui World Trade Organization (WTO), pasar-pasar saham internasional baik dalam bentuk transaksi valas, surat saham (cth: Sub Prime Mortage), ataupun surat komoditi berjangka (Commodity Futures Market) membuat transaksi suatu komoditi menjadi bebas dengan harga yang sangat spekulatif.

Pasar saham, yang mulanya digunakan untuk menarik modal bagi ekspansi perusahaan dan untuk mempermudah perdagangan komoditi, selanjutnya menjadi sangat OTONOM dan tidak memiliki relasi dengan sektor riil. Di Indonesia, melalui liberalisasi perdagangan dan keuangan, Bursa Efek Indonesia- yang 80% pialang sahamnya merupakan investor asing memiliki otonomi yang besar dan longgar. Modal terbesar yang masuk adalah modal jangka pendek (Short Term Investment) atau biasa dikenal sebagai “Hot Money” dan ini jauh lebih besar dari Investasi Asing Jangka Panjang (Long term Foreign Direct Investment). Maka dari itu sering disebut sebagai Economic Bubble (Gelembung Modal). Investasi jangka pendek ini dapat diperjualbelikan dalam waktu yang singkat, dan para pemain saham mengambil keuntungan (Profit Taking) dari selisih margin harga saham tersebu, tanpa adanya proses produksi.

Maka dari itu, Hot Money tidak memiliki relasi terhadap sektor riil. Padahal sektor riil faktor yang paling menentukan harga sebuah surat saham. Di Amerika, Krisis Kredit Perumahan (Subprime Mortage) yang menjadi pemicu krisis saat ini, diakibatkan penjualan berkali-kali lipat surat saham perumahan sehingga harganya berlipat ganda dari nilai produksi sebenarnya perumahan tersebut, akibatnya para konsumen yang mengkredit perumahan atau apartemen tersebut tidak sanggup lagi melunasi karena saking mahal atau bahkan apartemen atau perumahan tersebut tidak ada yang membeli. Situasi ini yang membuat para “pialang saham” tersebut untuk menjual (Selling) surat-surat berharga mereka. Akibatnya, dunia perdagangan saham ambruk. Amerika dengan nilai transaksi saham paling besar mengalami kerugian dan pemerintahnya terpaksa melakukan bailout.

Mengantisipasi hal ini, Rezim SBY – JK justru melakukan kebijakan yang kontradiktif, antaralain:

1. Menaikkan Suku Bunga Indonesia menjadi 9,5%.

2. Menghapus Pajak Eksport CPO (Crude Palm Oil).

3. Menghapuskan Upah Minimum Provinsi dan Membatasi Kenaikan Upah sebesar 6% (SKB 4 Menteri).

4. Buy Back perusahaan Negara dengan tujuan untuk mengamankan harga saham perusahaan yang diprivatisasi.

5. Bailout terhadap perusahaan swasta yang utang dan harga sahamnya anjlok.

6. Ekspor Jasa Kena Pajak (JKP) atau Barang Kena Pajak (BKP) yang tak berwujud akan dikenakan PPN 0%.

Akibat dari krisis ekonomi (II) dan solusi (Jahat) Rezim SBY JK tersebut, antaralain:

1. Cadangan Devisa terkuras baik untuk membayar bunga utang sebesar 9,5%, Buy Back maupun Bail Out. Itulah mengapa dalam 4 hari (24 – 27 Oktober 2008) cadangan devisa terkuras sebesar $ 4,2 Miliar US . Dengan menipisnya cadangan devisa Negara, maka neraca keuangan menjadi lemah dan ini berakibat hancurnya nilai rupiah. Berharap mendapatkan suntikan invetasi dengan menaikkan suku bunga dan melakukan buy back akan tetapi justru Negara kehilangan devisa. Investor asing akan terus menjual saham-sahamnya karena dengan rendahnya daya beli masyarakat pasar saham menjadi tidak memiliki perspektif. Untuk mengamankan keuntungan itulah mereka menjual saham-saham mereka sesegera mungkin.

2. SBI 9,5% akan memicu kredit macet dalam skala besar. Dan mengakibatkan kehancuran bank dan bangkrutnya perusahaan.

3. Kas Negara semakin sedikit terlebih lagi karena pajak CPO (yang merupakan salah satu pemasukan Negara) telah dihapus, dan rencananya Ekspor Jasa Kena Pajak (JKP) atau Barang Kena Pajak (BKP) yang tak berwujud akan dikenakan PPN 0%.

4. Hancurnya rupiah terhadap Dollar US, Yen maupun Euro akan menghancurkan nilai impor (Nilai impor Indonesia per September 2008 mengalami penurunan 5,53 persen, senilai USD11,21M). Saat ini, Indonesia masih tergantung pada Import, dan melemahnya rupiah terhadap mata uang asing membuat harga bahan-bahan mentah, energy, maupun teknologi yang di Import akan semakin mahal. Biaya produksi yang mahal akan membuat harga suatu komoditi melambung tinggi diatas daya beli yang rendah dan ini memicu kebangkrutan perusahaan yang bergantung pada pinjaman terhadap bank dan import bahan mentah.

5. Penghapusan Upah Minimum Provinsi yang dianggap bisa menyelamatkan perusahaan dan membuat para investor asing tersebut tidak “gulung tikar” atau “lari tunggang langgang” justru membuat tingkat daya beli kaum pekerja semakin rendah. Pada triwulan ketiga 2008 daya beli pekerja minus sampai 19,15 persen dari upah. Jadi sesungguhnya, obat pemerintah ini justru mempercepat kebangkrutan perusahaan itu sendiri.

6. Sehingga, PHK Massal, dan Melonjaknya harga BBM dan kebutuhan pokok merupakan hasil dari krisis dan solusi jahat ala rezim SBY-JK.

Dalam hal ini, Kami Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi Politik Rakyat Miskin (LMND PRM) menuntut:

  1. Gulingkan Pemerintahan Agen Penjajah dan Bangun Pemerintahan Persatuan Rakyat Miskin
  2. Turunkan harga BBM dan bahan kebutuhan pokok
  3. Tolak SKB 4 Menteri
  4. Nasionalisasi Perbankan, Industri Pertambangan, Migas dan perusahaan-perusahaan bangkrut.
  5. Pajak 5% untuk transaksi jual-beli saham.
  6. Turunkan Suku Bunga Indonesia
  7. Tarik Surat Utang Negara (SUN)
  8. Hapuskan Utang luar negeri
  9. Tarik Obligasi Rekapitalisasi Perbankkan
  10. Tangkap, adili dan sita harta koruptor, pelaku kredit macet dan sita aset-asetnya.
  11. Jangan gunakan dollar dalam transaksi dalam negeri.
  12. Lawan Sisa OrBa, Militer dan Reformis Gadungan.
  13. Tolak aktifis penipu rakyat.

Kami juga mengajak kepada seluruh Rakyat dan Gerakan Rakyat untuk:
  1. Membangun Konsolidasi-Konsolidasi Demokratik sebagi basis Persatuan
  2. Membangun Persatuan Gerakan (Non Kooptasi-Kooperasi) sebagai basis kekuatan melawan Dominasi Penjajah dan Pemerintahan Agen Penjajah.
  3. Membangun Posko-Posko Perlawanan di Kampung, Pabrik dan Kampus.
  4. Membangun Panggung-Panggung Politik bersama sebagai ajang penyadaran dan pelipatgandaan kekuatan.
  5. Melakukan Aksi Bersama ke DPR/MPR/DPRD, Istana, Gubernus, Walikota, Bursa Efek Indonesia, World Bank.

Yogyakarta, 06 November 2008

Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi-Politik Rakyat Miskin (LMND-PRM)

Paulus Suryanta


Juru Bicara

2 komentar:

boikot mengatakan...

jalan terbaik adalah revolusi bung ! turunkan antek amerika dan sekutunya.

boikot mengatakan...

jalan terbaik adalah revolusi bung ! turunkan antek amerika dan sekutunya.

Baca Arsip Ini

Sebarkan Sosialisme


Jangan Berhenti Berpropaganda

Agen Sosialis

Mississippi Jones Act
Terus Berjuang Sampai Menang

Kamus Or Dictionary

Direct Action

Jelajah Dunia

Socialism 2008 - Malaysia

Jelajah ArahGerak

Media Borjuis


KRISIS LISTRIK DI INDONESIA

AGENDA PERLAWANAN RAKYAT

KPRM-PRD